IKLIM MERUPAKAN FAKTOR PEMBATAS UTAMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
I.
PENDAHULUAN
Perubahan
iklim dirasakan sangat berpengaruh pada
seluruh bidang kegiatan pertanian. Peristiwa banjir, longsor dan kekeringan
dinyatakan sebagai dampak nyata dari penyimpangan tersebut dan telah menjadi
rutinitas tahunan yang seolah sulit dikendalikan. Ini secara tidak langsung
menurunkan produksi pertanian khususnya pangan terlebih pada lahan-lahan tadah
hujan (lahan kering). Kondisi tersebut lebih diperparah oleh pengetahuan
tentang efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam yang rendah, yang menyebabkan
penyimpangan iklim kurang mendapatkan perhatian. Perubahan iklim nampak secara jelas pada
perilaku musim penghujan dan kemarau dan organisme yang terkena dampak paling
kuat oleh kondisi tersebut adalah tanaman pada proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Sebagai contoh, peningkatan suhu telah mengganggu metabolisme
tanaman seperti fotosintesis, transpirasi dan laju respirasi yang merupakan
penentu tingkat produksi tanaman.
Iklim merupakan peubah utama yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Alasan utama yang melandasi pentingnya
mempelajari pengaruh iklim pada tanaman
yaitu : 1). Pengetahuan tentang iklim tersebut akan membantu pemulia tanaman untuk
memilih kultivar yang cocok terhadap kondisi tempat tumbuh tanaman; 2). dasar
tersebut akan membantu ahli agronomi dan fisiologi untuk menghitung efek iklim pada
pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tanaman sehingga dapat memutuskan pengaruh
perlakuan dalam setiap percobaannya. Iklim
adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dan dapat
mengoptimalisasi penggunaan sumberdaya dalam sistem produksi (Koesmaryono et
al. 1997). Pada pertumbuhan tanaman hampir semua unsur iklim sangat
mempengaruhinya, sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman adalah suhu udara dan panjang hari (Handoko 1994). Produk fotosintesis bruto
sangat ditentukan oleh radiasi Photosintetically Active Radiation (PAR),
sedangkan suhu udara dan radiasi inframerah sangat menentukan laju respirasi.
Dewasa ini modifikasi iklim bagi budidaya tanaman dilakukan dalam greenhouse
(rumah tanaman) dan telah digunakan oleh hampir seluruh negara di dunia,
khususnya pada ketinggian menengah karena hal itu dapat memungkinkan
pengendalian kondisi meteorology yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhardiyanto (2009) mengemukakan bahwa penggunaan greenhouse
dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan lingkungan
yang lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman.
II. PENGARUH
IKLIM TERHADAP ASPEK FISIOLOGI TANAMAN
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
merupakan rangkaian proses pembelahan sel dan diferensiasi sel dalam bentuk dua
fase, yaitu vegetatif dan generatif Tumbuhan tumbuh karena adanya meristem yang
menghasilkan sel baru, yang kemudian membesar dan berdiferensiasi. Fase
perkembangan sel melalui pembelahan dan pembesaran serta diferensiasi sel
terjadi setiap saat pada akar, batang dan daun (vegetatif) Sesudah akar, batang dan daun kemudian
terbentuk bunga, buah dan biji (generatif) untuk melestarikan spesies dan
melengkapi daur hidupnya (Salisbury dan Ross 1995). Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidupnya,
bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi
pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung. Secara agronomi
pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai fungsi genotype dan lingkungan.
Meristem pucuk menghasilkan pemula daun atau pembungaan, tergantung pada
fotoperiode dan kemungkinan interaksi dengan temperatur. Setelah induksi
pembungaan, terjadi transisi morfologis meristem dari keadaan vegetatif ke
keadaan generatif (Gardner et al. 1991).
Secara fisiologi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman adalah penggunaan bahan makanan untuk pembentukan protoplasma dan
dinding sel. Protoplasma terbentuk dari protein, sedangkan dinding sel
terbentuk dari karbohidrat. Untuk kegiatan pertumbuhan (pembelahan sel secara
mitosis), pengangkutan air, karbohidrat dan protein serta zat-zat lain ke arah
mesitem harus berjalan lancar melalui pembuluh xilem da floem. Akibatnya
terbentuk pucuk-pucuk baru, ranting dan daun dan perpanjangan akar. pembentukan
bunga maupun buah.
Bagaimanapun
yang paling parah terkena dampak dari perubahan iklim ini adalah pertumbuhan
dan produksi tanaman. Dengan demikian apapun bentuk kesepakatan yang dibuat
yang lebih utama adalah menentukan langkah-langkah kongkrit untuk menjaga
ketersediaan pangan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bagi insan yang
menekuni bidang pertanian (mulai dari petani biasa hingga petani berdasi) perlu
mempelajari pengaruh perubahan iklim terhadap komponen-komponen yang terlibat
dalam sistem produksi tanaman dan segera dilakukan langkah penanganan yang
tepat.
Periode
musim hujan dan musim kemarau tidak dapat lagi diramalkan secara pasti. Beberapa
kali terjadi kesalahan dalam menentukan saat tanam karena perubahan cuaca dan
iklim yang mengalami penyimpangan berkepanjangan. Disamping itu suhu yang
demikian tinggi membuat beberapa tanaman tidak dapat berproduksi secara optimum
sehingga menurunkan hasil panen.
III. PENGARUH IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
Iklim
merupakan salah satu peubah dalam
pertumbuhan dan produksi tanaman
yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian,
umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Junghuhn
mengklasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan
kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Pembagian daerah iklim tersebut adalah:
1. Daerah panas/tropis
Tinggi tempat : 0 – 600 m dari permukaan laut.
Suhu : 26,3o C – 22o C.
Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat.
Tinggi tempat : 0 – 600 m dari permukaan laut.
Suhu : 26,3o C – 22o C.
Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat.
2. Daerah sedang
Tinggi tempat : 600 m – 1500 m dari permukaan laut.
Suhu : 22o C – 17,1o C.
Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran.
Tinggi tempat : 600 m – 1500 m dari permukaan laut.
Suhu : 22o C – 17,1o C.
Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran.
3. Daerah sejuk
Tinggi tempat : 1500 – 2500 m dari permukaan laut.
Suhu : 17,1o C – 11,1o C.
Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran.
Tinggi tempat : 1500 – 2500 m dari permukaan laut.
Suhu : 17,1o C – 11,1o C.
Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran.
4. Daerah dingin
Tinggi tempat : lebih dari 2500 m dari permukaan laut.
Suhu : 11,1o C – 6,2o C.
Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya.
Tinggi tempat : lebih dari 2500 m dari permukaan laut.
Suhu : 11,1o C – 6,2o C.
Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya.
Di Indonesia,
perhatian dan kerjasama antara para ahli klimatologi dengan ahli pertanian
semakin meningkat terutama dalam rangka menunjang produksi tanaman pangan. Namun sekarang penyimpangan-penyimpangan
terhadap iklim sering terjadi. Pengalaman menunjukkan bahwa secara temporer
berbagai bentuk penyimpangan iklim telah sering mengancam sistem produksi
pertanian. Ancaman tersebut tidak saja menyebabkan gangguan produksi,
tetapi juga menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Faktor iklim
yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman terdiri dari suhu, air, kelembaban, radiasi matahari,dan angin.
Suhu
Suhu
udara merupakan faktor penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan
berperan hampir pada semua proses pertumbuhan.
Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum dan maksimum
yang berbeda-beda untuk setiap tingkat pertumbuhannya.
Dalam kondisi suhu yang sangat tinggi,
pertumbuhan terhambat bahkan terhenti tanpa menghiraukan persediaan air, dan
kemungkinan keguguran daun atau buah sebelum waktunya. Bencana terhadap tanaman
biasanya berasal dari keadaan kering
yang sangat panas dan angin yang mempercepat penguapan dan mengakibatkan
dehidrasi jaringan tanaman. Ditinjau dari
klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan sebagai kendali
pada usaha pengembangan dan produksi tanaman.
Suhu berpengaruh terhadap fisiologi tumbuhan
antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan
nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menghambat proses pertumbuhan. Fotosintesis pada tumbuhan biasanya
terjadi di daun, batang, atau bagian lain tanaman. Suhu optimum (15°C hingga
30°C) merupakan suhu yang paling baik untuk pertumbuhan. Suhu minimum (± 10°C)
merupakan suhu terendah di mana tumbuhan masih dapat tumbuh. Suhu maksimum
(30°C hingga 38°C) merupakan suhu tertinggi dimana tumbuhan masih dapat
tumbuh.
Setelah melewati titik optimum,
proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya
aktifitas enzim (enzim terdegradasi) Peningkatan suhu disekitar iklim mikro
tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah Peranan suhu
kaitannya dengan kehilangan lengas tanah melewati mekanisme transpirasi dan
evaporasi. Peningkatan suhu terutama
suhu tanah dan iklim mikro di sekitar tajuk tanaman akan mempercepat kehilangan
lengas tanah terutama pada musim kemarau. Pada musim kemarau, peningkatan suhu
iklim mikro tanaman berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Suhu
merupakan salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di
permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan
oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk
tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan
bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa
proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju
penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik
optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia,
menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman yang normal
adalah antara 15°-40°C. Dibawah atau diatas kisaran tersebut suhu akan
mengganggu proses fisik maupun kimia dalam tubuh tanaman yang tidak lain adalah
reaksi fisiologi. Laju pertumbuhan meningkat dengan jelas saat tahap awal pertumbuhan
tanaman terpapar oleh suhu. Energi panas meningkatkan aktifitas seluruh sistem
pertumbuhan dan dalam kondisi tersebut efisiensi penggunaan panas menjadi
tinggi (Craufurd, 1999). Energi panas demikian dibutuhkan dalam jumlah tertentu
untuk setiap jenis tanaman. Dalam kondisi ekstrim baik suhu tinggi maupun
rendah mengganggu aktifitas molekul organic dalam sel sehingga reaksi kimia berjalan
lambat ataupun cepat dan yang terakhir ini dapat merusak ensim dan biokatalisator
lainnya.
Pengaruh
peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang
diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan
suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan
lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang
lengas tanahnya terbatas.
Setiap
tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk
bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit
yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya.
Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus
sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu,
maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu
penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah.
Dampak
peningkatan suhu terhadap tanaman adalah terjadinya peningkatan
transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air,
percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan
perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman. Bahkan
dirjen IRRI (International Rice Researh Institute) menyatakan
bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C dapat menurunkan
produktivitas beras dunia sekitar 5-10 %.
Peningkatan
suhu dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan,
Menurut Tang et al., (2006) dan
Weerakoon et al., (2008), Pada
tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur
tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya
sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama
disebabkan oleh menurunnya aktivitas serta perkecambahan polen, terbatasnya
pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence
polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.
Di
samping itu suhu juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji
seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan
Uemuki, 2004) Suhu tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria
et al., 2002) gandum (Hawker
dan Jenner, 1993).
Peningkatan
suhu selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama
yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji
(Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada
bagian gabah yang kurang sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai
hubungan yang erat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan
selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan
yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.
Curah Hujan
Air adalah faktor yang lebih
penting dalam produksi tanaman dibandingakan dengan faktor lingkungan lainnya.
Tanaman memperoleh persediaan air dari akar, itu sebabnya pemeliharaan kelembaban
tanah merupakan faktor yang penting dalam pertanian. Jumlah air yang berlebih
dalam tanah akan mengubah berbagai proses kimia dan biologis yang membatasi
jumlah oksigen dan meningkatkan pembentukan senyawa yang berbahaya bagi akar
tanaman. Curah hujan yang lebat dapat menggangu pembungaan dan penyerbukan.
Fungsi air karena dapat
melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah.
Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari
iklim di daerah yang bersangkutan. Jenis tumbuhan di suatu wilayah sangat
berpengaruh pada banyaknya curah hujan di wilayah tersebut. Tumbuhan di daerah
yang kurang curah hujannya keanekaragaman tumbuhannya kurang dibandingkan
dengan tumbuhan di daerah yang banyak curah hujannya.
Curah
hujan memegang peranan untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai
pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian
lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang,
kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60% .
Pada kondisi alami, kelebihan air kurang bermasalah jika
dibandingkan dengan kekeringan. Kekeringan didefinisikan sebagai sebuah keadaan
yang membutuhkan air untuk transpirasi dan penguapan langsunga melalui jumlah
air yang tersedia di tanah. Kekeringan dapat dibedakana menjadi tiga kelas
yaitu :
- Kekeringan permanen yang disebabkan oleh iklim kering.
- Kekeringan musiman yang terjadi pada iklim dengan periode cuaca kering tahunan berbeda.
- Kekeringan akibat keadaan curah hujan yang berubah-ubah.
Sumber
pokok dari kekeringan adalah curah hujan, meskipun faktor peningkatan kebutuhan
air cenderung meningkat. Kelembaban nisbi rendah, angin kencang dan suhu yang
tinggi merupaka faktor pendukung kekeringan karena faktor ini mempercepat
evapotranspirasi. Tanah yang kehilangan air secara cepat oleh penguapan atau
pembuangan air juga meningkatkan kekeringan. Irigasi adalah cara yang paling
cocok untuk mengatasi kekeringan. Jika ada irigasi maka suhu menjadi faktor
iklim yang penting dalam mengendalikan produksi tanaman pangan.
Kelembaban
Kelembaban ada kaitannya dengan laju
transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju
pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat
dipertahankan maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang
diuapkan. Kondisi ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel
lebih cepat mencapai ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar. Pada kondisi
ini, faktor kehilangan air sangat kecil karena transpirasi yang kurang. Adapun
untuk mengatasi kelebihan air, tumbuhan beradaptasi dengan memiliki permukaan
helaian daun yang lebar. Untuk pemecahan senyawa bermolekul besar (saat
respirasi) agar menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pertumbuhan dan
perkembangannya.
Radiasi
Matahari
Radiasi
matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun
merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi
bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan
laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses
pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari
akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan
dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan radiasi matahari..
Radiasi
matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman yang berklorofil,
karena itu produksi tanaman dipengaruhi oleh tersedianya cahaya matahari, Tapi
umumnya fluktuasi hasil dari tahun ke tahun tidak mempunyai korelasi dengan
ketersediaan radiasi matahari, karena produksi tanaman ditentukan juga oleh
faktor-faktor lainnya. Kurangnya radiasi matahari akan mengganggu proses
fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhannya tergantung pada jenis
tanaman. Kekurangan radiasi matahari pada saat pertumbuhan berlangsung akan
menimbulkan gejala etiolasi, dimana dimana batang kecambah akan tumbuh lebih
cepat namun lemah dan daunnya berukurang lebih kecil, tipis, pucat.
Pengaruh radiasi matahari bukan
hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor
lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick 1984, menunjukan cahaya
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang
gelombang 660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan
panjang gelombang 730nm memberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang
merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang
mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya.
Angin
Angin
adalah udara yang bergerak akibat adanya perbedaan tekanan udara dengan arah
aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah atau dari daerah yang memiliki suhu / temperatur rendah ke wilayah
bersuhu tinggi.
Angin
memiliki hubungan yang erat dengan sinar matahari karena daerah yang terkena
banyak paparan sinar mentari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta tekanan
udara yang lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan
terjadinya aliran udara. Angin juga dapat disebabkan oleh pergerakan benda
sehingga mendorong udara di sekitarnya untuk bergerak ke tempat lain.
Angin
secara tidak langsung mempunyai efek penting pada produksi tanaman.. Energi
angin merupakan perantara dalam penyebaran tepung sari pada penyerbukan
alamiah, tetapi angin juda dapat menyebarkan benih rumput liar dan melakukan
penyerbukan silang yang tidak diinginkan. Angin yang terlalu kencang juga akan
menggangu penyerbukan oleh serangga.
Angin dapat membantu dalam
menyediakan karbon dioksida yang membantu pertumbuhan tanaman, selain itu juga
mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah, namun pada saat musim kemarau di
beberapa daerah di Indonesia bertiup angan fohn yang dapat merusak
karena bersifat kering dan panas. Pada siang hari didaerah sekitar pantai,
angin laut dapat menyebabkan masalah karena angin ini membawa butiran garam
yang dapat merusak daun(Tjasyono, 2004).
Angin merupakan unsur penting bagi
tanaman, karena angin dapat mengatur penguapan atau temperature, membantu
penyerbukan membawa uap air sehingga
udara panas menjadi sejuk, dan membawa gas–gas yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Hal tersebut ditinjau dari
keuntungannya, tetapi dari segi kerugiannya adalah tanaman bisa terbakar karena
angin, penyerbukan karena angin bijinya tidak bisa menjadi murni sehingga
tanaman perlu diisolasi, dapat menyebarluaskan gulma, membawa serangga tertentu
kemana mana, dan angin yang kencang dapat merebahkan tanaman. Salah satu jalan
untuk mengatasi pengaruh buruk angin, ialah dengan jalan menanam pohon penahan
angin yang dapat menjamin perlindungan sejauh 15 – 20 kali tinggi pohon
perlindung. Misalnya tinggi pohon 10 meter, tanaman sejauh 150 – 200 meter
dapat dilindungi sehingga memperlambat kecepatan angin. Angin dengan kecepatan 4-5
sampai 6-7 m /sec sudah tidak mampu untuk merobohkan tanaman. Angin
mempengaruhi transpirasi dengan bergeraknya uap air disekitar tanaman, sehingga
memberikan kesempatan terjadinya penguapan lebih lanjut. Situasi ini merupakan
tekanan yang kuat bagi keseimbangan air, meskipun jumlah air dalam tanah cukup
banyak. Pertumbuhan vertical akan terbatas sesuai dengan kemampuan mengisap dan
mentransformasikan air ke atas untuk mengimbangi transpirasi yang cepat,
hasilnya mungkin akan membentuk tanaman yang kerdil.
III.
PENUTUP
Informasi iklim sangat penting untuk diketahui agar
masyarakat khususnya petani segera menentukan langkah-langkah pengelolaan dalam
sistem pertanian. Hasil penelitian dibidang agrohidrologi sangat dibutuhkan
untuk mengantisipasi faktor iklim atau cuaca yang tidak menguntungkan dan
sekaligus memberdayakan petani dalam melakukan budidaya tanaman.
Petani
sebagai pelaku dalam sistem pertanian sering tidak memiliki pengetahuan untuk memanipulasi
lingkungan sebagai suatu cara mengantisipasi gejala perubahan iklim. Itu
tercermin pada cara budidaya yang kurang memperhatikan kondisi lahan seperti
kemiringan tanah, ketersediaan sumberdaya air, pemilihan jenis tanaman dan
terlebih budaya memperhitungkan atau mempertimbangkan iklim
Perubahan
iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah
hujan dan pola hujan yang mengakibatkan
pergeseran awal musim dan periode masa tanam.
Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi satu periode masa
tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak perubahan
pola hujan diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola
tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam
dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati.
Penyimpangan
iklim yang dihadapi saat ini bukanlah
masalah yang berdiri sendiri melainkan merupakan keterkaitan antara berbagai
komponen. Perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan
peruntukan lain membangkitkan kegiatan pembangunan yang cenderung tidak ramah
lingkungan. Berbagai kegiatan pembangunan seperti penebangan hutan dengan
metode tebang bakar, intensifikasi, ekstensifikasi lahan pertanian dan
pembakaran bahan bakar fosil (industri) menyebabkan atmosfer ini penuh dengan
polutan gas yang menghalangi pancaran energi panas permukaan bumi dalam bentuk
gelombang panjang ke angkasa yang akhirnya menimbulkan efek pemanasan.
Langkah
konkrit untuk memecahkan masalah pertumbuhan dan perkembangan tanaman harus
dilandasi dengan pemahaman terhadap prinsip-prinsip fisiologi dan pemuliaan
tanaman sehingga diperoleh jenis-jenis tanaman yang tahan terhadap stres
lingkungan. Wacana pemanfaatan lahan berbasis ekologi dan ekonomi perlu dikembangkan
dalam arti menciptakan bentuk kegiatan yang mempertimbangkan keanekaragaman
hayati, sehingga dapat menjamin keberlanjutan tanaman sebagai pangan maupun
pakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Craufurd,
P.Q., T.R. Wheeler, R.H.Ellis, R.J. Summerfield. 1999. Effect of Temperature and Water Deficit on Water Use
Efficiency and Spesific Leaf Area in Peanut. Crop Sci. 39:136-142
Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL. 1991. Physiology
of Crop Plants.
Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta.
Universitas Indonesia Press.
Handoko. 1994.
Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor.
Hawker,
J.S., and Jenner, D.F. 1993. High temperature affects the activity of enzymes
in committed pathways of starch synthesis in developing wheat endosperm. Aust.
J. Plant Physiol. 20:197-209.
Koesmaryono Y, Sugimoto H, Ito D, Sato T, and Haseba T.
1997. The influence of
different
climatic conditions on the yield of soybeans cultivated under different
population densities. J. Agric. Meteorol. 52(5)717-720.
Kobata, T. and Uemuki N. 2004. High
tempetures during the grain-filling period do not reduce the potential
grain dry matter increase of rice. Agron. J. 96:406-414.
Murdiyono D, Widodo,M. dan Suyanto,D. 2002. Fire Risks in Forest Carbon Projects in Indonesia.
Science in Chine Vol 45
Runtunuwu,
E dan Syahbuddin, H. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan dan
Dampaknya Terhadap Periode Masa
Tanam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Bogor.
Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika Basah:
Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. IPB Press, Bogor.
Salisbury FB, Ross
CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. R. Lukman dan Sumaryono, penerjemah. Bandung:
Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Phsiology, 4th Edition.
Soemarwoto O. 2001. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
MadaUniversity
Press.
Tang, R. S., Zheng, J. C. and Zhang, D. D. 2006. The effects of high temperatures on pollen vitality and seed setting of different rice varieties. Jiangsu J. Agric. Sci. 22:369-373.
Tjasyono.B,
2004. Klimatologi. Penerbit ITB Bandung
Weerakoon, W. M. W., Maruyama, A. and Ohba, K. 2008. Impact of
humidity on temperature induced grain sterility in rice
(Oryza sativa L). J. Agron. and Crop
Sci. 194:135-140.
Zakaria, S., Matsuda, T. and Nitta,
Y. 2002. Effect of high temperature at ripening stage on the reserve
accumulation in seed in some rice cultivars. Plant Prod. Science. 4:160-168.
Zakaria,
S. 2005. Effect of temperature in ripening stage on the appearance of nucellar
epidermis and reserves accumulation in endosperm of rice (Oryza sativa L.). Jurnal Agrista.